ANALISIS FILSAFAT BAHASA

Rabu, 01 Juli 2009



Makalah ini disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah Filsafat Umum yang diampu

Oleh Bapak Nurul Mubin , M.Si













Disusun Oleh :

Nur chamid





FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)

UNIVERSITAS SAINS AL – QUR’AN (UNSIQ)

JAWA TENGAH DI WONOSOBO

2008 / 2009

PENDAHULUAN


Hubungan bahasa dengan masalah-masalah filsafat telah lama menjadi perhatian para filsuf, bahkan hal ini telah berlangsung sejak zaman Yunani. Namun demikian pasang surut perhatian xfilsafat terhadap bahasa tidaklah sama, karena hal ini sangat di pengaruhi oleh perkembangan problem-problem filsafat pada zaman tertentu. Sebagai suatu contoh problema filsafat yang menyangkut pertanyaan, keadilan, kebaikan, kebenaran , kewajiban, hakikat ada dan pertanyaan-pertanyaan fundamental lainnya dapat dijelaskan dengan menggunakan metode analisis bahasa. Tradisi inilah oleh para ahli filsafat disebut sebagai filsafat Analitik, yang berkembang di Eropa terutama di Inggris pada abad XX.

Pada zaman Yunani filsafat merupakan dasar untuk memandang hakikat segala sesuatu termasuk bahasa. Hal ini dapat dipahami karena pada zaman jtersebut belum berkembang ilmu pengetahuan modern.

Pada zaman Romawi objek perhatian filsuf terhadap bahasa berkembang kearah karya gramatik bahasa latin dan tokoh-tokoh yang terkenal adalah Varro dan Priscia.

Perhatian filsuf menjadi semakin besar ketika zaman abad pengetahuan, yang ditandai dengan tujuh sistem utama yaitu, Trivium yang meliputi gramatika dialektika (logika), dan retorika, serta Quadrivium yang mencakup aritmetika, geometrika, astronomt dan music.

Pada zaman modern yang di tandai dengan Reanisance dan Afklarung, pemikiran-pemikiran filsafat secara berangsur-angsur berkembang kea rah timbulnya Ilmu Pengetahuan alam modern.

Demikianlah sekilas perkembangan filsafat bahasa yang selain memberikan wawasan bagi kita tentang pasang surut perhatian filosof terhadap bahasa juga menunjukkan aksentuasi konseptual filosofis terhadap bahasa, serta ruang lingkup filsafat bahasa yang sangat beraneka ragam dan kompleks.

Logika ialah bahwa anda harus selalu kembali lagi pada pengalaman langsung dan konkret meskipun sedikit, dengan latar belakang ini anda bisa memahami filsafat-filsafat yang punya latar belakang studi logika, seperti logisisme, filsafat analisis dan lain-lain.

Di dalam diri subjek kesatuan dalam brerfikir serta bertindak menghasilkan pengetahuan secara berangsur-angsur bertambah xluas serta memndalam, yang terutama dalam bahasa dan yang dapat diperberitahukan pada sesame subjek yang lain. Kini Ilmu memberikan bentuk yang lebih mendasar dari pertama serta pertangjawaban, penanganan penguasaan bahasa, dibandingkan dengan bicaraan di dalam kehidupan sehari-hari.







PEMBAHASAN

  1. Pengertian Filsafat Bahasa

Filsafat bahasa sebagai salah satu cabang filsafat memang mulai dikenal dan berkembang pada abad XX ketika para filsuf mulai sadar bahwa terdapat banyak masalah-masalah dan konsep-konsep filsafat dari dapat dijelaskan melalui analisis bahasa. Karena bahasa merupakan sarana yang fital dalam filsafat (Davis 1976). Berbeda dengan cabang-cabang filsafat lainnya, filsafat bahasa termasuk bidang yang kompleks dan sulit ditentukan lingkup pengertiannya (Devitt, 1987 )

Berdasarkan pengamatan terhadap perkembangan sejarah filsafat bahasa maka filsafat bahasa dapat dikelompokkan menjadi dua macam pengertian yaitu :

  1. Perhaian filsuf terhadap bahasa dalam memecahkan dan menjelaskan problema-problema dan konsep-konsep dalam filsafat.

  2. Filsafat bahasa sebagai mana bidang-bidang filsafat lainnya seperti filsafat hokum, filsafat manusia, filsafat alam, filsafat social dan bidang-bidang filsafa lainnya yang membahas, menganalisis dan mencari hakikat dari objek matrea filsxafat tersebut (Dauis, 1976).


  1. Hubungan Filsafat dengan Bahasa

Bahasa pada hakikatnya merupakan suatu sistim symbol yang tidak hanya merupakan urutan bunyi-bunyi secara empiris, melainkan memilki makna yang sifatnya nonempiris. Dengan demikian bahasa adalah merupakan sistim symbol yang memiliki makna, merupakan alat komunikasi manusia, penuangan emoss manusia serta merupakan sarana pengenjawantahan pikiran manusia kehidupan sehari-sehari memiliki sejumlah kelemahan dalam hubungannya dengan ungkapan-ungkapan dalam aktifitas berfilsafat.

Berdasarkan kenyataan fungsi bahasa tersebut diatas maka hubungan bahasa tersebut diatas maka hubungan bahasa dengan filsafat sangat erat bahkan tidak dapat dipisahkan terutama dalam cabang-cabang filsafat metafisika logika dan epistiomologi.

  1. Hubungan Bahasa dengan Metafisika.

Metafisika adalah salah satu cabang filsafat disamping cabang-cabang lainnya. Aristoteles menamakan metafisika sebagai filsafat yang pertama, yang membahas tentang hakikat realitas, kualitas, kesempurnaan, yang ada secara keseluruhan bersangkutan dengan sebab-sebab terdalam, prinsip konstitusif dan tertinggi dari segala sesuatu.

Metafisika adalah suatu cabang filsafat yang membahas secara sistematis dan reflektif dalam mencari hakikat segala sesuatu di balik hal-hal yang bersifat partikulas, juga dapat diartikan hal-hal yang bersifat partakular, juga dapat diartikan mencari prinsip dasar yang mencakup semua hal yang ada merupakan prinsip dasar yang dapat ditemukan pada semua hal. Oleh karena itu metafisika adalah sebagai ilmu mengenai yang ada yang bersifat universal. Aristoteles menjelaskan tentang konsep 10 kategori yang meliputi substansi yaitu merupakan hakikat dari segala sesuatu yang bersifat fundamental dan merupakan dasar dari segala sesuatu, da Sembilan aksidebsia. Keberadaan aksidensia tergantung dan terletak pada subsentasi yang meliputi : Kuantitas, kualitas aksi, passi, relasi, tempat, waktu, keadaan, kedudukan.

Berdasarkan uraian tersebut maka metafisika berupaya untuk memformulasikan segala sesuatu yang bersifat fundamental dan mendasar dari segala sesuatu dan hal ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan analisi bahasa terutama karena sifat metafisika yang tidak mngacu pada xrealitas yang bersifat empiris.


  1. Hubungan Bahasa dengan Epistimologis

Epistimologi adalah salah satu cabang filsafat yang pokok secara etimogis istilah epistimologi berasal dari bahasa yunani “Episteme”yang berarti pengetahuan. Berdasarkan bidang pembahasannya epistimologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang pengetahuan manusia yang meliputi sumber-sumber, watak dan kebenaran pengetahuan manusia.

Berdasarkan analisi problema dasar epistimologi tersebut maka dua masalah pokok sangat xditentukan oleh formulasi bahasa yang diguankan dalam x ,mengungkapkan pengetahuan manusia yaitu sumber pengetahuan manusia yang pengetahuannya meliputi pengetahuan apriori dan aposteiori, serta problema kebenaran pengetahuan manusia.

Selain dalam pengetahuan apriori peranan penting bahasa dalam mepistimologi berkaitan erat dengan teori kebenaran. Terdapat tiga teori kebenaran dalam epistimologi yaitu :

  1. Teori kebenaran keherensi

  2. Teori kebenaran korespondensi

  3. Teori kebenaran pragmatis


  1. Hubungan Bahasa dengan Logika

Dalam kehidupan manusia bahasa bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi saja, melainkan juga menyertai prosese berfikir manusia dalam usaha memahami dunia luar, baik secara objektif amupun secara imajinatif. Oleh sebab itu bahasa selain memiliki fungsi komunikatif, juga memiliki fungsi kognitif dan emotif. Berfikir dalam pengertian ini adalah suatu bentuk kegiatan akal dan terarah sehingga dengan demikian tidak semua kegiatan manusia yang bersumber pada akal di sebut berfikir. Seseorang yang sedang melamun tidak termasuk kegiatan berfikir. Demikian juga berfikir dapat digolongkan dalam dua pengertian yaitu :

  1. Berfikir tanpa menggunakan aturan-aturan atau hukum-hukum

  2. Berfikir dengan mempertimbangkan aturan-aturan atau hokum-hukum dan bentuk kegiatan.

Ini sering disitilahkan dengan “bernalar”

Persoalan yang mendasar adalah bagaimana kegiatan bernalar manusia itu dapat dikomunikasikan kepadamanusia. Dalam pengertian inilah maka peranan bahasa di dalam logika menjadi sangat penting. Kegiatan penalaran xmanusia sebagaimana dijelaskan adalah kegiatan berfikir, adapun bentuk-bentuk pemikiran dari yang paling sederhana adalah sebagai berikut : Pengetahhuan atau konsep, proposal atau pernyataan, dan penalaran atau reasoning.

Berikut ini beberapa kesesatan karena bahasa :

  1. Kesesatan karena aksen atau tekanan

  2. Kesesatan karena term ekuivok

  3. Kesesatan karena arti klasan (metaphor)

  4. Kesesatan karena amfiboli (amptibolia)


  1. Lingkup Filsafat Bahasa

Filsafat bahasa merupakan cabang filsafat khsus yang memiliki objek material bahasa. Berbeda dengan cabang-cabang serta bidang-bidang filsafat lainnya, filsxafat bahasa dalam perrkembangannya tidak mempunyai prinsip-prinsip yang jelas dan terdifinisikan dengan baik (Alston, 1964 :1)

Berdasarkan absan tersebut di atas maka pembahasan filsafat bahasa meliputi masalah sebagai berikut :

  1. Salah satu tugas filsafat adalah analisis konsep-konsep (conceptual analysis), oleh karena itu salah satu bidang filsafat bahasa adalah untuk memberikan analisis yang adekuat tentang konsep-konsep dasar dan hal ini dilakukan melalui analisis bahasa. Dalam pengertian inilah pada abad XX filsafat bahasa memiliki aksentuasi pada filsafat analitik .

  2. Lingkup lain filsaxfat bahasa adalah berkenaan dengan penggunaan bagi tindakan manusia.

  3. Berkenaan dengan teori makna dan dimensi-dimensi makna. Pembahasab tentang lingkup inilah filsafat bahasa memiliki keterkaitan erat dengan linguistic yaitu bidang sistematik.

  4. Cabang-cabang filsafat lainnya membahas hakikat bahasa sebagai objek material filsafat, bahkan lingkup pembahasan ini telah lama di tekuni oleh para filsuf. Antara lain hakikat bahasa secara ontologism sebagai dualism bentuk dan makna, hakikat bahasa sebagai substansi dan bentuk dan lain sebagainya.












BAHASA

SEBAGAI SUMBER PREHATIAN FILSAFAT


  1. Pengantar

Manusia pertama kali mulai menyadari bahwa kepercayaannya melalui mitos primitifnya , sia-sia bahwa alam tidak bisa dibujuk bukan karena enggan memenuhi permintaan manusia , melainkan karena tidak mampu memahami bahas manusia dan kesadaran tentu menimbulkan goncangan jiwa dalam pengertian inilah dalam sejarah manusia mulai sadar melihat hubungan bahasa dengan realitas dari sudut yang berbeda. Demikianlah kitranya sejarah filsafat yunani telah akrab dengan bahasa dalam mengungkapkan refleksi filosofisnya. Diskursus melalui bahasa dan tentang bahasa dalam menyibak hakikat xrealitas telah marak dilakukan oleh para filosof xsejak zaman pra sokratesa. Hal itu berlangsung sampai zaman modern dan kemudian disusul filsuf-silsuf abad XX justru semakin menyadari bahwa keakraban, kelemahan dan ketidakjelasan konsep-konsep filosofisnya melalui canalisis bahasa. Bersamaan dengan itu merebak pula reaksi tokoh-tokoh postmodernisme yang mengakar ke berbagai bidang kehidupan manusia yang sekali lagi juga menggunakan media bahasa sebagai dasar pijaknya terutama konsep dekonstruksinya


  1. Zaman Yunani

  1. Masa Pra Sokrates

Bangsa Yunani sejak lama dikenal sebagai bangsa yang gemar akan olah pikirannya . Manusia dengan kemampuan kodratnya yang dianugerahkan oleh Tuhan berupaya memahami hakikat realitas segala sesuatu termasuk Tuhan sendiri . Bahasa merupakan media pengungkapan daya magis dalam komunikasinya dengan para Dewa dan kekuatan supranatural lainnya. Ekspresi mitis dan primitive ini membawa manusia pada kegoncangan jiwanya mereka menjadfi sepi dan merasakan adanya krisis intelektualnya. Bahasa adalah substansi dan bentuk sehingga bahasa memiliki cirri logisnya.

Dengan demikian, pemikiran filsxafat Yunai awal, bergeser dari filsafat alam kepada filsafat bahasa (Cassirer, 1987 : 170). Bahkan masa Herakleitos ini disebut sebagai asal mula fisafat bahasa (Borgmann, 1974 : 3). Terdapat beberapa kesulitan baru yang menyangkut masalah arti. Masalah “arti dari arti “ merupakan masalah yang kontroversal, bahkan sampai dewasa inipun masalah itu terdapat beraneka ragam pendirian yang dikemukakan oleh para filsuf, linguis maupun para psikolog filsafat Yunani kuno hanya mampu memecahkan melalui prinsip yang secara umum diterima dan sangat mapan.


  1. Skrates

Kaum sofis yang dikenal dengan keahlianya dalam olah penggunaan bahasa terutama melalui retrorikanya, senantiasa aktif mengembangkan dan mengangkat masalah-masalah filsafa untuk diperdebatkan secara kritis. Metode yang digunakan oleh skrates dengan retrorikanya nampaknya memang terdapat perbedaan yang sangat tajam, namun demikian keduaya memiliki kesamaan yaitu menjelaskan konsep-konsep filosofis melalui bahasa.


  1. Plato

Plato seorang filosof dari Athena dalam menuangkan karya filsofisnya diwujudkan melalui bentu dialog. Persoalan di kotomi tentang hakikat bahasa “Fisei” dan “Namos” tertuang dalam dialog Cratylus dan Her,egenes. Ulasan plato terhadap teori yang mengatakan bahwa semua bahasa berasal dari peniruan bunyi-bunyi berakhir dengan ejekan dan karikator. Lebih lanjut plato mengemukakan pemikiran filosofisnya tentang bahasa dalam dialog Cratylus, pemikiran seseorang dengan perantara “anomaka” dan “rhemata“ yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.


  1. Aristoteles

Aristoteles seorang filsuf yang jenius dari stagirayang memiliki karya yang cukup banyak dan pemikiran-pemikirannya sampai saat ini masih relevan dengan Ilmu Pengetahuan f. teori Aristoteles disebut dengan istilah hilemorfisme yang berasal dari bahasa Yunani “hyle” dan “morphe” yang secara harfiah disebut “teori bentuk materi”. Pandangan Aristoteles tentang hakikat bahasa itu nampak mendasar pada konsep filosofisnya tentang “hilemorfisme” yang secara sederhana filsafat bahasa juga meliputi hakekat materi dan bentuk (Arens, 1984 : 21).


  1. Mazhab Stoa

Mazhab Stoa didirikan oleh Zeno dari Kriton sekitar menjelang abad keempat. Namun demikian satu hal yang perlu dicatat bahwa sumbangan kaum Stoa terhadap filsafat bahasa cukup besar terutama dalam menentukan prisip-prisip analisanya secara sistemati :

  1. Kaum Stoa telah membedakan antara studi bahasa secara logika dan studi bahasa secara gramatika.

  2. Mereka telah menciptakan beberapa istilah teknis khusus berbicara tentang bahasa.

  3. Kedua kemajuan tersebut ada hubungannya dengan perbedaan kaum Stoa dan logika peripatetic dan penganut Aristoteles.

Langkah pertama kaum Stoa untuk mendiskripsikan tentang hakikat bahasa terutama tentang makna dengan membedakan tiga aspek utama bahasa.

  1. Tanda atau symbol, 2) Makna, 3) Hal-hal eksternal yang disebut benda atau situasi.


  1. Zaman Romawi

  1. Pemikiran Varro tentang Hakikat Bahasa

Dalam perkembangan karyanya Varra terlibat juga dalam perbincangan spekulatif yang dikotormis di Yunani yaitu antara pandangan analogi dan anamoli. Kiranya dalam karya-karyanya yang ada, Varro juga membahas hal yang sama, karya Varra yang terbesar adalah “ De Lingua Latina “ terdiri atas as jilid, dan berikut ini beberapa bagian yang penting dari karya Varro.

  1. Etimologi

  2. Pengertian kata

  3. Konsep Merfalogi

  4. Kasus dan Deklinasi

  5. Zaman Abad Pertengahan

Ciri utama pada zaman abad pertengahan adalah masa keemasannya filsuf kristiani terutama kaum fastristik dan skolastik sehingga wacana filosofis juga sangat akrab dengan Teologi.

Pendidikan zaman abad pertengahan dibangun dalam 7 sistem sebagai pilar utamanya dan bersifat liberal. Ketujuh dasar pendidikan liberal terasebut dibedakan atas trivium, yang mencakup grammatika, dialektika (logika) dan retorik, serta Quadrivium yang mencakup aritmetuka, astronomi dan susik. Kemudian dasar-dasar yang mendukung berkembangnya ilmu bahasa antara lain konsep pemikiran kaum Modistae dan konsep bahasa spekulativa

        1. Pemikiran Thomas Aquinas

        2. Mazhab Modistae

        3. Konsep Bahasa Spekulativa




  1. Pengantar

Sejarah pemikiran umat manusia menapak terus dipimpin sang waktu . Kekhusukan manusia dalam mensyukuri karunia Sang Maha Kuasa nampanya terusik dengan munculnya kegelisahan manusia akan dirinya. Keakraban manusia dalam menafsirkan suratan Tuhan sebagaimana dilakukan oleh kaum Patristik dan Sekolastik terutama sebagaimana dilakukan oleh Thomas Aquinas pada masa abad pertengahan menjadi sirna dengan munculnya kesadaran manusia akan dirinya sendiri. Demikianlah akhirnbya fmasa kejayaan abad pertengahan memudar ditelan waktu dan munculah masa abad modern yang diawali dengan “ Renaissance”. Secara harfiah kata-kata Renaissm brerarti kelahirna kembali.

Terlebih lagi perkembangan filsafat pada abad modern ini ditandai dengan hadirnya masa Aufklarung. Nama ini diberikan semacam definisi , bahwa Aufklarung dimaksudkan bahwa manusia keluar dari keadaan tidak akil balig, yang disebabkan oleh kesalahan manusia sendiri. Kesalahan dikarenakan manusia tidak mau mempergunakan akalnya. Dalam pengertian ini Voltaire menyebutnya sebagai “zaman akal” (Hadiwijono,

1983 : 47).







FILSAFAT SEBAGAI ANALISA


  1. Menurut Filsafat Analitis ; L. Wittgenstein

L : Wittgenstein tidak hanya pernah mempengaruhi lingkungan Wina tetapi juga Inggris, sedjak ia menjabat guru besar di Cambridge. Di sana G.E moore pernah melakukan telaah dari sudut bahasa terhadap istilah-istilah yang lazim dipakai dalam dunia filsafat, khusus mengenai kadar kenenarannya. Menurut Wittgenstein kebanyakan problema filsafat tidak ada maknanya, karena djawabannya tak dapat dirumuskan. Filsafat semata-,mata menerangkan apa yang dapat kita pikirkan dan keseluruhan konsep-konsep dunia ini. Maka dari itu demikian Wittgenstein, batas-batas bahasa (tentu saja sebagai bahasa yang bermakna) juga merupakan batas-batas dunia.

  1. Pendapat yang cukup ketat ini mengakibatkan, bahwa metafisika dan etika dianggapnya tidak marti. Bahasa meliputi tautology-tautologi (seperti dalam matamatika) atau fakta-fakta yang jadi di dalam lingkungan dunia ini, segala sesuatu seperti adanya Wittgensteinpun, lewat analisa terhadap prosese pembujatan putusan-putusan, ingin menunjukkan batas-batas bahasa. Menurut dsa filsafat tak lain dan tak bukan ialah memakai cbahasa yang logis dan penuh arti, yang membatasi diri pada dunia fakta, agar dengan demikian fmenunjukan masalah-masalah besar yang terletak diluar batas-batas itu. Banyak ucapan Wittgenstein mendukung pendapat ini: “Etikatak dapat diungkapkan”, teka-teki kehidupan di dalam lingkup ruang dan waktu “ , Tuahan tidak mewahyukan diri di dalam dunia “ Ia tidak menyangkal sesuatu, melainkan ingin menekankan sesuatu yang positif : menunjukkan batas-batas yang tidak dapat diungkapkan, karena kita dapat berdiri diluar bahasa dan dunia. Menurut Wittgenstein, maka apa yang dapat ditunjukkan, tak dapat dikatakan. Kemudian, bahwa bahasa harus mematoki apa yang dapat dipikirkan, agar didalam bidang itu, dari dalam, kita dapat mematoki yang tak terpikirkan. Tugas filsafat ialah menunjukkan, menggapai yang tak terungkapkan lewat jalan menampilkan yang dapat diungkapkan secara jelas dan terang. Itulah hakekat alam yang tak terungkapkan : alam itu menunjukkan diri dan itulah oleh Wittgensteindisebut mistik.

Menolak bahasa metafisika secara kritis dan membatasi filsafat itu pada bidang bahasa yang jelas, logis dan penuh arti, sekaligus memperlihatkan alam mistis.

Dalam perkembangan ini Wittgenstein diikuti oleh ahli-ahli pikir, khususnya mazhab Oxfor, yang dirintis oleh G. Ryle (lahir tahun 1900) dan Wisdom serta Austin, kecenderunganyang dulu memperlihatkan, ialah membagi-bagikan bahasa menurut dua kotak bahasa logis berlawanan dengan bahasa c emosional, bahasa yang berarti lawan bahasa yang tak berarti, atau bahasa analistis lawa bahasa shintesis telah lama mereka tinggalkan sama sekali lewat penelitian bahasa yang aneka ragam dan cermat mereka menganalisa macam-macam cara kia dapat melukiskan keadaan dunia ini.


0 komentar:

Posting Komentar